Search Hotels

Check-in Date

calendar

Check-out Date

calendar

Selasa, 14 Mei 2013

Danau Maninjau, Sumatera Barat

Danau Maninjau merupakan sebuah obyek wisata berupa danau vulkanik. Danau Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kebupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Danau vulkanik ini mempunyai luas sekitar 99,5 kilometer persegi dan kedalaman sekitar 495 meter. Dengan luas yang dimilikinya, Danau Maninjau merupakan danau terluas kedua di Sumatera Barat setelah Danau Singkarak yang memiliki luas sekitar 107,8 kilometer persegi. Selain menjadi danau terluas kedua di Sumatera Barat, Danau Maninjau juga menjadi danau terluas kesebelas di Indonesia.

Danau Maninjau berada di daerah perbukitan di ketinggian 461,5 meter di atas permukaan laut (mdpl). Hal tersebut menjadikan lokasi sekitar danau ini begitu sejuk. Selain itu, keindahan panorama, ketenangan dan damainya suasana di kawasan Danau Maninjau ini menjadikan daya tarik tersendiri obyek wisata yang satu ini. Bahkan presiden Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, pernah membuat pantu yang berisi "Jika makan arai pinang, makanlah dengan sirih yang hijau, jangan datang ke Ranah Minang, kalau tak mampir ke Maninjau". Pantun tersebut memang benar adanya karena obyek wisata yang satu ini memang benar-benar sangat layak untuk dikunjungi dan dijamin tidak akan menyesal jika berkunjung ke Danau Maninjau.

Terdapat Puncak Lawang yang merupakan nama puncak bukit tertinggi dari perbukitan yang mengelilingi Danau Maninjau. Selain itu, Danau Maninjau juga menjadi sumber air sungai Batang Sri Antokan. Keberadaan Danau Maninjau juga tak lepas dari cerita rakyat yang sudah melegenda dan terkenal dengan nama Legenda Bujang Sembilan. Menurut legenda tersebut, pada mulanya Danau Maninjau merupakan gunung berapi dengan nama Gunung Tinjau yang memiliki kawah luas di puncaknya dan perkampungan yang subur di sekitarnya. Di salah satu perkampungan tersebut terdapat sembilan lelaki bujang yang memiliki seorang adik bungsu perempuan bernama Siti Rasani yang biasa dipanggil dengan nama Sani. Kesembilan bujang tersebut bernama Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan bujang termuda bernama Kaciak. Kedua orang tua kesepuluh bersaudara itu sudah meninggal dunia.

Pada suatu hari paman kesepuluh bersaudara tersebut yang bernama Datuk Limbatang datang beserta anak lelakinya yang bernama Giran. Ketika bertemu, Sani dan Giran pun jatuh hati. Kedua pihak keluarga mengetahui hal tersebut dan menyetujui. Namun pada suatu hari, di kampung tersebut diadakan acara ketangkasan berupa adu silat untuk menyambut musim panen. Ketika itu terjadi adu silat antara Kukuban dan Giran. Giran menjadi pemenang sedangkan Kukuban kalah dengan mengalami patah kaki. Kemudian Kukuban kesal dan menolak pinangan keluarga Giran kepada Sani. Kedua sejoli itupun risau dan bertemu di sebuah ladang yang berada di tepi sungai. Namun kemudian Kukuban datang dan memfitnah Giran telah melakukan hal yang asusila terhadap Sani. Sepasang kekasih tersebut kemudian di arak menuju perkampungan dan warga kampung menginginkan mereka untuk dibuang ke kawah Gunung Tinjau untuk menghindarkan kampung mereka dari malapetaka.

Giran yang diberi kesempatan berbicara kemudian berdoa kepada Tuhan untuk menghancurkan tubuhnya dan tubuh Sani di dalam kawah jika dia bersalah. Tetapi jika mereka tidak bersalah maka Giran meminta Tuhan untuk meletuskan Gunung Tinjau dan mengutuk bujang sembilan menjadi ikan. Kemudian mereka melompat ke dalam kawah. Tak lama kemudian Gunung Tinjau pun meletus dengan dahsyat dan meluluh lantakkan semua yang ada di sekitarnya termasuk perkampungan Bujang Sembilan tersebut. Bujang Sembilan pun berubah menjadi ikan.

Disebutkan bahwa letusan gunung tersebut menyisakan sebuah kawah yang luas. Kawah tersebut pada akhirnya menjadi danau dan oleh masyarakat sekitar disebut dengan nama Danau Maninjau. Sementara itu, nama dari tokoh legenda tersebut menjadi nama nagari yang berada di sekitar Danau Maninjau, seperti Tanjung Sani, Sikudun, Bayua, Koto Malintang, Koto Kaciak, Sigalapuang, Kukuban, Balok dan Sungai Batang.

Danau cantik ini juga menjadi tempat budidaya ikan tawar bagi para warga sekitar yang bisa dinikmati saat berkunjung ke sini. Terdapat sejumlah penginapan di sekitar danau yang memadai bagi para wisatawan yang ingin menikmati keindahan Danau Maninjau lebih lama. Lelah berjalan-jalan mengitari danau, bersantap kuliner khas Padang yang lezat sambil menikmati keelokan Danau Maninjau dari sudut lain juga merupakan pengalaman wisata tersendiri yang tak bisa dilupakan.

Perjalanan menuju Danau Maninjau akan menjadi pengalaman perjalanan wisata yang eksotis sekaligus dramatis. Eksotis karena kamu bisa melihat panorama Danau Maninjau dari atas bukit. Dramatis karena jika kamu mengambil rute dari Padang menuju Bukittingi menggunakan kendaraan pribadi maupun sewa maka kamu akan melewati jalan yang curam menurun dan memiliki tikungan tajam sebanyak 44 tikungan yang dikenal dengan nama Kelok 44. Sepanjang rute ini merupakan spot yang cocok untuk melihat keeksotikan Danau Maninjau dari ketinggian. Diperlukan waktu sekitar tiga jam perjalanan untuk sampai ke lokasi Danau Maninjau berada.

Jika ingin menggunakan kendaraan umum, kamu bisa menuju ke Terminal Bukittinggi dan naik bus reguler yang menuju ke Danau Maninjau. Dengan membayar Rp. 15.000 per orang, kamu sudah bisa menikmati keeksotisan dan dramatisnya perjalanan menuju ke Danau Maninjau. Perjalanan menggunakan bus ini memakan waktu sekitar dua jam.
Comments
0 Comments

0 comments:

Posting Komentar

Kuliner

Artikel berikutnya »

Seni dan Budaya

Artikel berikutnya »

Tips Wisata

Artikel berikutnya »
 
Copyright © www.halowisata.com
Bantul, Yogyakarta, Indonesia
DMCA.com